“TAKDIR GUNDULMU”
Pada suatu malam seorang santri di sebuah pesantren
menyelinap keluar dari asramanya. Dengan langkah kaki yang berhati-hati ia
segera menuju rumah ustadznya yang tidaki jauh dari pesantren. Namun ia
bukannya akan menemui sang ustadz melainkan ia menuju pekarangan belakang rumah
pak ustadz. Disana terdapat pohon mangga yang sedang berbuah sangat lebat.
Dengan hati-hati ia segera memanjat pohon tersebut dan memetik buah mangga satu persatu dan
dimasukkan ke dalam karung yang telah ia persiapkan sampai karung tersebut
terisi penuh. Kemudian ia turun dan menuju kamar pesantrennya. Sesampainya
disana ia segera membagi-bagikan mangga curiannya tersebut kepada
teman-temannya.
Keesokan harinya tanpa kesulitan sang ustadz dapat
mengetahui siapa pelaku pencurian mangga di halaman rumahnya, rupanya beberapa
santri yang tidak kebagian mangga melaporkan kepada sang ustadz siapa yang
telah mencuri mangganya tersebut.
Si pelaku pun langsung diinterogasi oleh sang ustadz...
“Kenapa kamu mencuri..?” Tanya sang Ustadz.
Dengen entengnya santri itu menjawab “Sudah Takdir
Ustadz...!”
“Takdir gundulmu”
Ustadz itupun menjewer telinga santrinya, hingga kepala
sang santri muter-muter mengikuti arah jeweran.
“Aduh, Sakit Ustadz. Kok saya di jewer sih, saya mencuri kan
sudah Takdir Allah.. Jadi kalau Ustadz menghukum saya berarti ustadz menentang Takdir
Allah...!”
Sang Ustadz dengan enteng menjawab, “Loh.. Jeweran ini
kan juga Takdir Allah..!”
I’tibar
Konsep takdir seringkali difahami sebagai kepasrahan
membabi buta bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh allah SWT. Jika hal
tersebut yang terjadi maka akan seperti cerita diatas, segala kesalahan ia
timpakan kepada allah.
Pemaknaan takdir seperti itu menjadikan sebahagian kita
benar-benar pasif dalam menjalani kehidupan. Seolah pikiran telah terpola
dengan kalimat, “Semua telah ditetapkan, Segala sesuatu telah di gariskan,
Semua sudah ditakdirkan oleh Allah, Untuk apalagi saya berusaha terlalu keras,
kalau Allah telah menakdirkan saya sukses, nanti datang juga kesuksesan itu
dengan sendirinya..”
Kehidupan bukanlah sesuatu pemberian tuhan yang harus
kita terima apa adanya (pasrah). Namun sebaliknya, sebagai mahluk yang merdeka,
akan selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihannya. Kehidupan
manusia sangat mungkin beralih dari takdir yang satu kepada takdir yang lain,
tergantung kepada ikhtiar kita.
Bukankah Allah telah berfirman :“Sesungguhnya Allah
tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri” (Q.S Ar : Rad : 11)
Dengan demikian pilihan/ikhtiar kitalah yang menentukan
apakah kita akan menjadi orang baik atau buruk, sukses atau gagal, kaya atau miskin...
dlsb...
Maka dari itu tentukan takdirmu sendiri mulai dari
sekarang...
“Tidak Ada Takdir
Tanpa Adanya Ikhtiar”
By : Saiful Amiq
(Ketum HMI Kom. Syari’ah Demisioner 2010-2011)