Sabtu, 05 November 2011

Takdir Gundulmu


“TAKDIR GUNDULMU”

Pada suatu malam seorang santri di sebuah pesantren menyelinap keluar dari asramanya. Dengan langkah kaki yang berhati-hati ia segera menuju rumah ustadznya yang tidaki jauh dari pesantren. Namun ia bukannya akan menemui sang ustadz melainkan ia menuju pekarangan belakang rumah pak ustadz. Disana terdapat pohon mangga yang sedang berbuah sangat lebat. Dengan hati-hati ia segera memanjat pohon tersebut dan  memetik buah mangga satu persatu dan dimasukkan ke dalam karung yang telah ia persiapkan sampai karung tersebut terisi penuh. Kemudian ia turun dan menuju kamar pesantrennya. Sesampainya disana ia segera membagi-bagikan mangga curiannya tersebut kepada teman-temannya.
Keesokan harinya tanpa kesulitan sang ustadz dapat mengetahui siapa pelaku pencurian mangga di halaman rumahnya, rupanya beberapa santri yang tidak kebagian mangga melaporkan kepada sang ustadz siapa yang telah mencuri mangganya tersebut.
Si pelaku pun langsung diinterogasi oleh sang ustadz...
“Kenapa kamu mencuri..?” Tanya sang Ustadz.
Dengen entengnya santri itu menjawab “Sudah Takdir Ustadz...!”
“Takdir gundulmu”
Ustadz itupun menjewer telinga santrinya, hingga kepala sang santri muter-muter mengikuti arah jeweran.
Aduh, Sakit Ustadz. Kok saya di jewer sih, saya mencuri kan sudah Takdir Allah.. Jadi kalau Ustadz menghukum saya berarti ustadz menentang Takdir Allah...!”
Sang Ustadz dengan enteng menjawab, “Loh.. Jeweran ini kan juga Takdir Allah..!”

I’tibar
Konsep takdir seringkali difahami sebagai kepasrahan membabi buta bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh allah SWT. Jika hal tersebut yang terjadi maka akan seperti cerita diatas, segala kesalahan ia timpakan kepada allah.
Pemaknaan takdir seperti itu menjadikan sebahagian kita benar-benar pasif dalam menjalani kehidupan. Seolah pikiran telah terpola dengan kalimat, “Semua telah ditetapkan, Segala sesuatu telah di gariskan, Semua sudah ditakdirkan oleh Allah, Untuk apalagi saya berusaha terlalu keras, kalau Allah telah menakdirkan saya sukses, nanti datang juga kesuksesan itu dengan sendirinya..”
Kehidupan bukanlah sesuatu pemberian tuhan yang harus kita terima apa adanya (pasrah). Namun sebaliknya, sebagai mahluk yang merdeka, akan selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihannya. Kehidupan manusia sangat mungkin beralih dari takdir yang satu kepada takdir yang lain, tergantung kepada ikhtiar kita.
Bukankah Allah telah berfirman :“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S Ar : Rad : 11)
Dengan demikian pilihan/ikhtiar kitalah yang menentukan apakah kita akan menjadi orang baik atau buruk, sukses atau gagal, kaya atau miskin... dlsb...
Maka dari itu tentukan takdirmu sendiri mulai dari sekarang...

“Tidak Ada Takdir Tanpa Adanya Ikhtiar”
By : Saiful Amiq (Ketum HMI Kom. Syari’ah Demisioner 2010-2011)

Daftar Nama-nama Ketua Umum



KETUA UMUM
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
KOMISARIAT SYARI’AH STAIN SAMARINDA
DARI MASA KE MASA

1.   Nama             : Romi Hartono
      Tanggal Lahir    : Samarinda, 28 januari 1978
      Alamat             : Jl. Bangris, Samarinda
      Periode             : 1998 - 1999

2.  Nama             : M. Husni Labib
      Tanggal Lahir    : Lamongan, 19Desember 1978
      Alamat             : Samarinda Sebrang
      Periode             : 1999 - 2000

3.  Nama             : Ajma'in
      Tanggal Lahir    : ...
      Alamat             : Jl. Siti Aisyah, Teluk Lerong - Samarinda
      Periode             : 2000 - 2001

4.  Nama             : Nur Asikin (PJ)
      Tanggal Lahir    : ...
      Alamat             : Tarakan/ Jogjakarta
      Periode             : 2000 - 2001

5.  Nama             : Zainal Muttakin
      Tanggal Lahir    : ...
      Alamat             : Jl. A.W Syahrani Gg. 45 N0. 24 Samarinda
      Periode             : 2001 - 2002

6.  Nama             : Lalu Yuliar Ahmadi
      Tanggal Lahir    : Kerta Buana, 09 Juli 1981
      Alamat             : Jl. P. Sulawesi, Samarinda
  Periode             : 2002 - 2003

7.  Nama             : Hasanudin
      Tanggal Lahir    : Samarinda, 25 Februari 1981
      Alamat             : Loakulu, Kukar
      Periode             : 2003


8.  Nama             : M. Madrus
      Tanggal Lahir    : Samarinda, 12 Desember 1982
      Alamat             : Jl. Dr. Sutomo Gg. 1 Samarinda
      Periode             : 2003 - 2004

9.  Nama             : Dahlan
      Tanggal Lahir    : ...
      Alamat             : Sangatta
      Periode             : 2004 - 2005

10.  Nama            : Darmayanti
      Tanggal Lahir    : Balikpapan, 05 Agustus 1984
      Alamat             : Balikpapan/ Jogjakarta
      Periode             : 2005 - 2007

11. Nama             : M. Hairul Anam
      Tanggal Lahir    : Tenggarong, 12 Desember 1985 
      Alamat            : Jl. Gunung Pegat, Tenggarong
      Periode             : 2007

12.  Nama            : Arika Karim
      Tanggal Lahir    : Lamongan, 17 September 1985
      Alamat             : Lamongan
      Periode             : 2007 - 2008

13.  Nama            : Ahmad Sirojuddin
      Tanggal Lahir    : Kutai, 11 Desember 1986
      Alamat             : Jl. Diponegoro Rt. 2 No. 14 Anggana
      Periode             : 2009 - 2010, 2008 PJ

14.  Nama            : Saiful Amiq
      Tanggal Lahir    : Anggana, 29 Agustus 1989
      Alamat             : Jl. Diponegoro Rt. 2 No. 14 Anggana
      Periode             : 2010 - 2011

15.  Nama            : Siddiq Suwandi
      Tanggal Lahir    : Samarinda, 07 September 1990
      Alamat             : Tenggarong
      Periode             : 2011 - 2012
    

Minggu, 25 September 2011

Beda Cinta Dan Pernikahan Menurut Plato




Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?. Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta".

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?". Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya". Gurunya kemudian menjawab "Ya itulah cinta".

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?". Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan".

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar / subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja. Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?". Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya". Gurunya pun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan".

SEMUA TERJADI KARNA SUATU ALASAN



Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.
Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center .
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi , latihan ketangkasan , percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Bagian diriku yang mana yang kurang?Mengapa aku diperlakukan kejam ?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya: “Semua terjadi karena suatu alasan.”
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku: “Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang….
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.
Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara:
1.      Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2.      Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
3.       Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.

ANTARA KETETAPAN TUHAN DAN KEHENDAK BEBAS MANUSIA


ANTARA KETETAPAN TUHAN DAN KEHENDAK BEBAS MANUSIA
Oleh : Saiful Amiq (Ketum HMI Kom. Syari’ah 2010-2011)

Manusia merupakan puncak dari penciptaan Tuhan dan mahluk-Nya yang paling sempurna. Untuk itu manusia mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi untuk mengelolanya. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala aktifitas yang ia lakukan dimyuka bumi.
Secara asasi manusia merupakan mahluk merdeka. Merdeka dalam artian ia bebas melakukan pilihan-pilihan terhadap segala hal yang kemudian akan ia pertanggungjawabkan. Karena indifidu adalah penanggungjawab mutlak atas perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi adalah haknya yang asasi. Adalah suatu hal yang aneh ketika manusia diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya atas dasar paksaan, bukan karena kehendak bebasnya.
Dalam Islam (Rukun Iman) mengenal adanya konsep Qadha dan Qadar (Takdir Ilahi). Seringkali konsep ini dipahami bahwa segala hal yang berkaitan dengan manusia adalah hak perogratif Tuhan dan telah ditentukan sebelumnya, termasuk didalamnya segala perbuatan manusia, rizki, jodoh, bahkan permasalahan apakah ia penghuni surga atau neraka.
Jika demikian maka kemerdekaan manusia telah dinafikan, maka untuk apa lagi manusia harus berikhtiar. Dan pantaskah mahluk yang tidak memiliki kemerdekaan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dilakukan atas dasar ”keterpaksaan”..?? lalu dimana letak keadilan Tuhan..?
Kata Qadha dan Qadar secara lughawi memiliki beberapa pengertian, diantaranya ; Kata Qadha dapat bermakna ”Hukum/ Keputusan” (Q.S An-Nisaa : 65), Qadha dapat bermakna ”Kehendak” (Q.S Ali Imron : 47). Kata Qadar bermakna ”Ukuran” (Q.S Al-Hijr : 21), Qadar dapat dipahami sebagai ukuran sesuatu/ menjadikan sesuatu pada ukuran tertentu/ menciptakan sesuatu dengan ukurannya yang ditentukan.
Maka yang dimaksud dengan Qadar (Takdir) Ilahi adalah bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu serta telah menentukan/ menetapkan kadar dan ukurannya masing-masing dari segi kualitas, kuantitas, ruang dan waktu. Dan hal tersebut dapat terwujud dalam rangkaian sebab-sebab/ syarat. Sedangkan Qadha Ilahi adalah sampainya sesuatu kepada kepastian akan wujudnya setelah terpenuhinya sebab-sebab/ syarat sesuatu tersebut. Berdasarkan pengertian ini maka tahapan Qadar adalah lebih awal daripada tahapan Qadha, dan Qadha ini adalah akibat dari adanya qadar, maka Qadha akan mengalami perbedaan hasil ppada suatu peristiwa yang sama apabila terdapat perbedaan pada proses pemenuhan terhadap Qadar...
Untuk lebih memudahkan dalam memahami, berikut analoginya... :
Air akan membeku apabila didinginkan pada suhu 0o C. Maka untuk menjadikan air tersebut beku (Qadha), maka harus didinginkan pada suhu 0o C (Qadar/ pemenuhan sebab), dan ketika suhu tersebut tidak tercapai maka air tidak akan membeku (Qadha).
Untuk itu sebagai mahluk yang merdeka, manusia bebas menentukan takdir pribadinya melalui jalan berikhtiar melakukan pemenuhan rangkaian sebab-sebab/ syarat terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Dan hasil dari Ikhtiar inilah yang kemudian di sebut sebagai Takdir.
Sekalipun kebebasan merupakan esensi dari Manusia, namun bukan berarti ia merdeka atas segala tindakannya. Kebebasan manusia tetap harus tunduk kepada hukum-hukum unifersal Tuhan. Dan hukum-hukum ini tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap pelakunya.
Amal perbuatan manusia yang baik ketika didunia akan membawanya menuju surga. Amal perbuatan manusia yang buruk ketika didunia akan membawanya menuju neraka. Kerja keras dan sungguh-sungguh akan membawa manusia kepada keberhasilan, dan sebaliknya.
Setiap kegagalan yang dialami manusia, bukanlah berarti bahwa Tuhan telah mentakdirkan ia untuk gagal, namun kurang sempurnanya ikhtiar yang ia lakukanlah yang membawanya kepada kegagalan. Karena Tuhan tidak memutuskan takdir manusia berdasarkan kehendak mutlanya, namun Tuhan memutuskan takdir manusia berdasarkan sejauhmana manusia melakukan Ikhtiar untuk Takdir yang diinginkannya.
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S Ar Rad : 11)